Got Dropped into a Ghost Story Still Gotta Work
Chapter 4
TL: Aninsane
***
Satu orang berhasil selamat dari kejadian horor kereta bawah tanah.
Tapi satu matanya tercongkel.
“Huuu….”
“Apa kau dengar itu?”
Tetapi, berbeda dengan sebelumnya, penumpang kereta tidak terlalu menunjukkan rasa iba, meskipun mereka memang masih terlihat ketakutan dan jijik.
‘Apa ini hasilnya kalau orang bertindak dengan kekerasan tanpa bicara baik-baik?’
Penumpang kereta lebih simpatik dan peduli kepada korban orang yang ditonjok oleh Baek Saheon.
[Pemberhentian berikutnya ialah Stasiun Kebencian. Stasiun Kebencian].
“Kebencian ya…”
“Haa…..”
Pengumuman ini malah membuat suasana semakin depresi.
Go Yeongeon yang sedang membantu berdiri si karyawan baru yang mata kirinya habis ditonjok itu, wajahnya semakin muram.
“Sepertinya kornea matanya rusak… ini mengkhawatirkan.”
“Apakah kamu kerja di bidang kesehatan?”
“Bukan. Aku hanya pernah mempelajarinya sebentar waktu di perkuliahan, tapi aku ganti jurusan. Jadi aku bukan lulusan kedokteran. Aku bukan professional.”
Go Yeongeon menunduk, menatap ke bawah selagi duduk bersila.
[Pintu akan segera terbuka.]
Pintu kereta terbuka, tapi orang-orang hanya menatapnya sekilas dengan waspada.
Di waktu yang sama, mereka juga menatapku.
Sepertinya mereka menunggu aba-abaku untuk kita turun di stasiun ini atau tidak.
‘Minimal sekarang mereka mendengarkanku.’
Aku khawatir kalau aksi Baek Saheon barusan akan membuat orang semakin curigaan. Tapi sepertinya memiliki musuh yang sama malah menyatukan kebersamaan.
Dan juga, melihat situasi yang gila ini, mereka jadi menantikan pendapat orang yang percaya diri bilang bisa keluar dari sini.
Dengan kata lain… percaya padaku.
Sepertinya mereka sekarang sepenuhnya pasrah akan turun atau tidak, semua berdasarkan padaku.
“Kamu pasti merasa agak tertekan.”
“….?”
Go Yeongeon bicara padaku dengan ekspresi sulit ditebak.
“Orang-orang menatapmu terus.”
Uh…. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku?
“Mereka lelah dan frustasi, jadi aku harap kamu tidak merasa terlalu tertekan atau kesal… uh, maaf.”
Aku sebenarnya juga merasa kesal dan frustasi. Justru karena itu aku ingin memimpin orang-orang.
“Aku sedang berusaha berpikir cara untuk keluar dari situasi ini juga kok.”
Baguslah kalau orang-orang pikirannya terbuka untuk menerima saran.
“Kamu sedang memikirkan rencana seperti apa?”
“Yah, aku sedang memikirkan maksudmu sebelumnya tentang ‘pemberhentian terakhir’ itu seperti apa.”
Go Yeongeon berkata dengan lemah.
“Apa maksudnya ‘pemberhentian terakhir' manusia itu adalah… kematian?”
“…!”
“Bukannya itu adalah tanda berakhirnya segala hal untuk manusia? Semakin aku memikirkannya, semakin aku percaya mungkin ini jawabannya. Jadi aku kepikiran mungkin kita akan turun di stasiun yang ada kata kunci semacam itu.”
Oh!
“Tapi terus aku berpikir lagi… bagaimana kalau itu artinya hanya kita akan mati dengan tenang? Jadi aku tidak berani mengutarakan keras-keras pendapatku ini.”
“Nggak kok, itu pendapat yang sangat brilian.”
“Benarkah?”
“Iya benar. Tapi…”
Aku berhenti di tengah kata, dan tanpa sadar tersenyum kecil.
“…?”
Itu karena aku baru saja membaca nama stasiun selanjutnya, stasiun yang aku cari, terpampang di layar pengumuman.
“Apa makna ‘tujuan’ sebenarnya?”
“Hah, maksudnya?”
“Kalau kamu melihat di kamus, ‘tujuan' berarti sesuatu yang ingin dicapai oleh seseorang.”
Artinya tema dari stasiun ini harusnya sesuatu yang jelas.
Sambil duduk, aku mencari barang yang hilang.
Pengumuman memberi petunjuk dengan jelas. Dan kalau kita mengikutinya, kita akan aman.
Bahkan orang-orang yang mati karena turun di stasiun yang salah juga sebenarnya mati dengan jelas.
Jadi, aku memakai pendekatan yang sama untuk memaknai ‘tujuan’.
“Aku percaya kalau ‘tujuan' yang dimaksud oleh kereta ini adalah sesuatu yang kita semua harapkan atau ingin kita raih.”
Kalau dipikir begitu, kriteria memilih akan turun di stasiun mana jadi sangat simpel.
–Sesuatu yang tidak kita miliki.
Kalau kita terapkan ini ke kasus pelarian yang sebelumnya, akan jadi masuk akal juga.
=============
1. Stasiun berdasarkan nama warna: Merah, Kuning, Biru. Dua orang berhasil selamat (Percobaan Stasiun Biru).
2. Stasiun berdasarkan nama bagian tubuh: Tangan Kiri, Kornea, Mata. Tidak ada yang berhasil. (Percobaan Stasiun Koklea¹).
3. Stasiun berdasarkan pembunuh berantai seperti [][], [][][][], [][][]. Dua belas orang berhasil selamat. (Percobaan Stasiun [][][][])
4. Stasiun berdasarkan tahun: 2008, 2012, 2016. Tidak ada yang selamat. (Percobaan: Stasiun 2024).
5. Stasiun berdasarkan nama penyakit: Asma, Stroke, Glaukoma². Tiga orang berhasil selamat. (Percobaan: Stasiun Pilek)
=============
Di Stasiun Biru, orang yang berhasil selamat kemungkinan mereka yang sedang tidak membawa atau memiliki benda warna biru.
Dan masuk akal juga stasiun dengan nama pembunuh berantai, banyak orang yang selamat.
Tidak ada di antara mereka yang idenditasnya adalah si pembunuh berantai. Jadi mau turun di stasiun mana aja, mereka aslinya bakal selamat.
‘Tapi di sisi lain, stasiun dengan nama anggota badan… kemungkinan seseorang kehilangan anggota badan mereka itu minim. Itulah kenapa tidak ada yg selamat.’
||TL note: Anjir dark 💀. Yang bisa selamat cuma difabel. Agus Buntung bisa selamat itu anjir.]]
Sama halnya dengan stasiun 2024. Semua orang sudah memasuki tahun 2024, itulah kenapa tidak ada yang selamat.
Kalau kita berpikir begini, maka sudah jelas di stasiun mana kita harus turun.
—Emosi yang tidak aku miliki.
“…Jadi, kita harus pilih turun di stasiun dengan nama emosi yang tidak mungkin akan kita rasakan saat ini.”
“…Apa?”
Nah, di sini bagian sulitnya.
‘Hampir semua orang pernah merasakan emosi seperti senang, marah, sedih, dan puas.’
Kecuali kamu orang yang tumpul untuk merasakan suatu emosi, orang pada umumnya akan sulit untuk memilih stasiun mana yang benar. Meskipun intensitas emosi yang pernah dirasakan bervariasi, tapi mereka sebenarnya pernah merasakan itu.
Makanya….
Kita harus memilih emosi yang tidak pernah dirasakan secara riil, tapi ada dalam bentuk sesuatu yang lebih netral.
‘Emosi yang secara logika itu ada, tapi bakal sangat sulit untuk benar-benar dirasakan.’
Itulah stasiun yang harus kita pilih.
[Pemberhentian berikutnya Stasiun Ketentraman. Stasiun Ketentraman.]
||TL note: Tentram anjir 🤣 wkwowkwow. Hooman ga bisa hidup tentram, ada aja drama.||
Pengumuman ditampilkan.
Orang mungkin bisa menganggap kalau ini nama stasiun seperti lainnya. Lagi pula, kita sering bilang ‘enak banget orang itu hidupnya damai.’
Tapi…
‘Itu adalah sesuatu yang kita gunakan untuk merujuk pada orang lain.’
Jarang sekali seseorang menganggap dirinya sedang merasakan perasaan tentram atau damai.
Dan itu masuk akal.
Dalam kamus, tentram atau damai didefinikan sebagai kondisi di mana seseorang tidak dalam masalah atau kekhawatiran.
Tapi apakah bisa manusia merasakan kondisi di mana dia tidak kepikiran suatu masalah atau kekhawatiran?
‘Kemungkinannya…’
Hampir mustahil.
Apalagi di situasi panik seperti ini.
“Ini stasiun yang benar.”
“….!”
“Kita turun di sini.”
Aku bicara dengan lantang dan tanpa keraguan.
Aku langsung berdiri. Orang-orang yang lain terkejut, langsung memerhatikan aku.
“Ki-kita turun di sini?”
“Iya “
Aku lalu mendekati pegawai baru yang matanya habis ditonjok, membantunya berdiri.
“Sini kubantu.”
“Ah… terima kasih.”
Aku membantu karyawan yang terluka ini berjalan ke pintu keluar, karyawan yang lainnya otomatis mengikuti. Tidak ada kata mundur sekarang.
Kita semua turun.
‘Bagus.’
Kalau kita keluar bersama-sama seperti ini…
[Pintu akan segera terbuka.]
Tapi tepat di depan pintu, ada lautan darah.
“….”
Lho.. lho… lho. Ini benar-benar kelewatan. What the hell!
‘Ya Tuhan, tolong lah. Ini apa apa an.’
“Kim Soleum-ssi?”
Aku hampir saja sembunyi di balik Go Yeongeon.
Tapi harga diriku sebagai cowok yang menghentikanku.
Alih-alih, aku memalingkan pandangan dan menatap orang-orang yang lain.
“Kamu yakin… ini stasiun yang benar?”
“Iya.”
Yakin 1000%.
Tapi aku tidak tahu harus berkata apa supaya mereka mau turun duluan.
Jujurly, aku saja nggak mau turun.
Aku harap seseorang bisa meyakinkanku agar tidak perlu turun di stasiun ini… kalau saja bisa.
“…Permisi! Kalau begitu kita sebaiknya segera keluar!”
Huh?
Go Yeongeon?
“Kim Soleum-ssi sangat percaya diri. Ketika orang lain ketakutan, cuma kamu yang bersikap tenang sepanjang waktu.”
Aku? Tenang?
“Pria sialan tadi berusaha melarikan diri sendirian, menyebabkan banyak kekacauan… Aku lebih baik mengikuti orang yang punya kepribadian baik. Aku akan turun.”
Dan dengan itu, Go Yeongeon menjadi orang yang pertama kali turun dari kereta.
Di platform stasiun yang penuh dengan karat, lampu berkedip suram, dan cairan menetes turun dari pipa di langit-langit.
Darah menetes ke pundak Go Yeongeon.
Ha.. ha..
“Kim Soleum-ssi?”
“…”
“Jangan khawatirkan aku. Aku percaya padamu. Ayo!”
Karyawan cidera yang aku tuntun memberikan sinyal untuk melangkah maju.
Mungkin mereka pikir aku ragu-ragu karena mengkhawatirkan mereka. Jujur, aku sendiri sedang bingung aku ini sebenarnya lega atau kecewa.
Tapi biarlah. Aku mengikuti Go Yeongeon turun dari kereta. Orang-orang yang lain meskipun masih ragu, akhirnya ikut turun juga.
Untungnya aku bukan orang yang ada di paling akhir. Aku agak tenang.
Memang sepele, tapi jadi orang yang paling akhir aslinya menakutkan.
“…Ha.”
Aku rasanya benar-benar mau menyerah.
“Apakah kita harus naik tangga keluar?”
“Iya.”
Bahkan di situasi seperti ini, Go Yeongeon sempat berteriak ke gerbong lain.
“Halo! Tolong turun di stasiun ini sekarang!”
Aku tidak yakin apakah bakal berhasil. Orang-orang pasti bakal ragu untuk turun, tapi…
‘Kalau satu saja orang mau turun, kita bisa menyelamatkannya.’
Aku kagum dengannya.
Tidak. Maksudku, aku butuh fokus untuk kagum padanya sekarang.
Membantu orang yang terluka adalah ide yang brilian juga. Kalau fokusku mulai kemana-mana, aku bisa lebih mudah kembali fokus.
Aku merekomendasikan strategi ini buat para penakut.
Meskipun, aku tidak yakin kalau bakal ada orang penakut lain sepertiku yang terjebak dalam situasi ini!
“Ugh…”
“Ayo terus berjalan.”
Aku berusaha untuk tidak melihat sekeliling selagi aku berjalan bersama kerumunan.
Aku melihat tangga di depan.
‘Kertas mantra seperti ditempelkan secara acak menutupi tangga itu…’
Menyadari kalau tangganya nggak normal, aku agak merinding, tapi…
‘Aku harus fokus untuk naik.’
Satu langkah.
Dua langkah.
Aku berjalan pelan.
Kemudian, aku merasa penglihatanku agak buram, dan…
[Selamat untuk para karyawan baru!]
“…!!”
Lampunya terang sekali.
Tempat yang terang, nyaman.
Aku langsung sadar ketika melihat layar besar di hadapanku, di mana kalimat tebal terpampang.
[Selamat telah menyelesaikan Masa Percobaan!]
Selamat! Anda resmi menjadi Tim Eksplorasi Lapangan di Daydream Inc.
“Ha…”
“Ah!”
Orang-orang yang berhasil keluar bersamaku langsung duduk di kursi. Kakinya sudah tidak kuat lagi.
Aku menoleh dan berhitung.
Satu, dua… tiga… tujuh.
Semua orang di gerbongku selamat.
‘Kita berhasil.’
Dari kisah horor <Selamat Datang di Abyss Transpo>, tujuh dari sepuluh orang di gerbong selamat.
[Sekarang, acara selanjutnya, Upacara Penghargaan!]
***
TL: Aninsane
TL Note:
¹Koklea: Bagian dalam telinga yang bentuknya seperti rumah siput. Di pelajaran biologi ada kok guys.
²Glaukoma: Penyakit syaraf mata yang bisa mengakibatkan kebutaan.